Seiring perkembangan zaman, teknologi informasi kini kian bervariasi. Teknologi informasi layaknya suatu hal yang tak bisa lepas dari suatu organisasi. Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat namun didukung oleh teknologi informasi yang handal sangat didambakan oleh organisasi-organisasi di zaman ini. Apalagi organisasi yang besar dan memiliki cabang hampir di seluruh pelosok negeri seperti Direktorat Jenderal Pajak(DJP).
Administrasi modern dengan memanfaatkan teknologi informasi diperkenalkan sebagai jawaban atas keluhan terhadap administrasi perpajakan yang sering dianggap sebagai biang kerok kelemahan dan penyimpangan di bidang pajak. Untuk memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik, DJP memerlukan dukungan teknologi informasi yang memadai. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan organisasi DJP, Sistem Informasi Perpajakan (SIP), yang digunakan sejak tahun 1994, sudah tidak memadai untuk melayani dan mengawasi Wajib Pajak secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam pembentukan Kanwil dan KPP WP Besar pada tahun 2002, SIP dikembangkan menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang berbasis struktur organisasi berdasarkan fungsi.
Selain itu, masih terdapat kelemahan dalam sistem pelaporan Wajib Pajak yaitu pelaporan secara manual mengharuskan fiskus untuk melakukan perekaman ulang yang rawan kesalahan serta memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Melalui pengembangan teknologi informasi, DJP mengembangkan beberapa program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak berupa e-SPT dan e-Filing. Dalam sistem pembayaran pajak juga ditemukan beberapa masalah antara lain pemalsuan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk mencegah hal ini, DJP mengembangkan sistem pembayaran secara elektronik yang dikenal dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai suatu organisasi yang mengelola penerimaan negara di bidang perpajakan, dimana penerimaan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kini sangat bergantung dari pajak, karena hampir 80% dananya dari pajak, hal ini disebabkan karena pendapatan dari sektor migas sudah tidak dapat diandalkan lagi. Dikarenakan tuntutan yang sangat besar kepada DJP, maka DJP sangat memperhatikan proses pelaksanaan prosedur perpajakan, antara lain adalah dengan penerapan teknologi informasi (IT) untuk mendukung terlaksananya prosedur kerja tersebut. DJP sangat mendukung adanya pembaharuan teknologi informasi, dengan penerapan organisasi yang berdasarkan fungsi dan pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal akan mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk didalamnya penyalahgunaan wewenang, akan bisa diminimalisasi.
DJP sendiri memiliki tugas mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari sektor perpajakan melalui fungsi : penyuluhan, pelayanan, pengawasan dan pemeriksaan. Untuk itulah pengembangan teknologi informasi DJP diarahkan untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut. Untuk sekarang dari fungsi penyuluhan adalah adanya website DJP dan intranet DJP yang dapat memberikan informasi-informasi terbaru sehubungan dengan kebijakan-kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh DJP serta info-info terbaru seputar perpajakan. Fungsi pelayanan, dengan adanya Call Center, maka segala komplain Wajib Pajak akan dapat tersalurkan kepada DJP, segala pertanyaan-pertanyaan seputar pajak dapat ditanyakan oleh Wajib Pajak, selain itu ada Tempat Pelayanah Terpadu (TPT) secara online, yang dapat melayani Wajib Pajak secara efektif dan efisien. Dari fungsi pengawasan dan pemeriksaan, adanya SIMPP sapat membantu pemeriksa pajak dalam memeriksa kasus perpajakan. Lalu ada BLIP yang dapat memberikan informasi Wajib Pajak terhadap para pejabat di lingkungan DJP.
Untuk membahas hubungan antara IT dengan modernisasi, marilah sejenak kita melihat perkembangan IT DJP. Perkembangan teknologi informasi di DJP dimulai pada awal tahun 90an, yakni dengan dimulainya penerapan NCPS untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan.
Sistem Informasi Perpajakan (SIP) diperkenalkan untuk menggantikan NCPS. Selain SIP, untuk bidang PBB mulai dikenalkan Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP).
Dapat diambil suatu kesimpulan tentang hubungan Teknologi Informasi dengan Modernisasi DJP, yakni bahwa modenisasi menuntut perubahan diri segala aspek, termasuk aspek IT, sehingga pembaharuan diperlukan demi menyongsong modernisasi.
Administrasi modern dengan memanfaatkan teknologi informasi diperkenalkan sebagai jawaban atas keluhan terhadap administrasi perpajakan yang sering dianggap sebagai biang kerok kelemahan dan penyimpangan di bidang pajak. Untuk memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik, DJP memerlukan dukungan teknologi informasi yang memadai. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan organisasi DJP, Sistem Informasi Perpajakan (SIP), yang digunakan sejak tahun 1994, sudah tidak memadai untuk melayani dan mengawasi Wajib Pajak secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam pembentukan Kanwil dan KPP WP Besar pada tahun 2002, SIP dikembangkan menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang berbasis struktur organisasi berdasarkan fungsi.
Selain itu, masih terdapat kelemahan dalam sistem pelaporan Wajib Pajak yaitu pelaporan secara manual mengharuskan fiskus untuk melakukan perekaman ulang yang rawan kesalahan serta memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Melalui pengembangan teknologi informasi, DJP mengembangkan beberapa program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak berupa e-SPT dan e-Filing. Dalam sistem pembayaran pajak juga ditemukan beberapa masalah antara lain pemalsuan Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk mencegah hal ini, DJP mengembangkan sistem pembayaran secara elektronik yang dikenal dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai suatu organisasi yang mengelola penerimaan negara di bidang perpajakan, dimana penerimaan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kini sangat bergantung dari pajak, karena hampir 80% dananya dari pajak, hal ini disebabkan karena pendapatan dari sektor migas sudah tidak dapat diandalkan lagi. Dikarenakan tuntutan yang sangat besar kepada DJP, maka DJP sangat memperhatikan proses pelaksanaan prosedur perpajakan, antara lain adalah dengan penerapan teknologi informasi (IT) untuk mendukung terlaksananya prosedur kerja tersebut. DJP sangat mendukung adanya pembaharuan teknologi informasi, dengan penerapan organisasi yang berdasarkan fungsi dan pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal akan mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk didalamnya penyalahgunaan wewenang, akan bisa diminimalisasi.
DJP sendiri memiliki tugas mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari sektor perpajakan melalui fungsi : penyuluhan, pelayanan, pengawasan dan pemeriksaan. Untuk itulah pengembangan teknologi informasi DJP diarahkan untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut. Untuk sekarang dari fungsi penyuluhan adalah adanya website DJP dan intranet DJP yang dapat memberikan informasi-informasi terbaru sehubungan dengan kebijakan-kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh DJP serta info-info terbaru seputar perpajakan. Fungsi pelayanan, dengan adanya Call Center, maka segala komplain Wajib Pajak akan dapat tersalurkan kepada DJP, segala pertanyaan-pertanyaan seputar pajak dapat ditanyakan oleh Wajib Pajak, selain itu ada Tempat Pelayanah Terpadu (TPT) secara online, yang dapat melayani Wajib Pajak secara efektif dan efisien. Dari fungsi pengawasan dan pemeriksaan, adanya SIMPP sapat membantu pemeriksa pajak dalam memeriksa kasus perpajakan. Lalu ada BLIP yang dapat memberikan informasi Wajib Pajak terhadap para pejabat di lingkungan DJP.
Untuk membahas hubungan antara IT dengan modernisasi, marilah sejenak kita melihat perkembangan IT DJP. Perkembangan teknologi informasi di DJP dimulai pada awal tahun 90an, yakni dengan dimulainya penerapan NCPS untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan.
Sistem Informasi Perpajakan (SIP) diperkenalkan untuk menggantikan NCPS. Selain SIP, untuk bidang PBB mulai dikenalkan Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP).
Dapat diambil suatu kesimpulan tentang hubungan Teknologi Informasi dengan Modernisasi DJP, yakni bahwa modenisasi menuntut perubahan diri segala aspek, termasuk aspek IT, sehingga pembaharuan diperlukan demi menyongsong modernisasi.
Comments