Skip to main content

“Tetap Optimis Melayani Negeri”

Hantaman kabar tentang Gayus bak palu godam menghantam institusi tercinta kita ini, apa yang kita lakukan sekalipun hal itu adalah kewajiban kita, dianggap negatif di mata masyarakat. Cap DJP sebagai institusi yang mengibarkan modernisasi dan reformasi birokrasi kini terkoyak karena ulah seorang pegawainya.
Imbas dari hal tersebut tidak hanya pada Kantor Pusat DJP, namun menyebar ke seluruh pelosok KPP di Tanah Air. Bisik-bisik Wajib Pajak tentang Gayus bahkan saya dengar saat mereka menyampaikan SPT Masa di TPT. Miris memang disaat genderang modernisasi serentak ditabuh se nusantara membawa banyak harapan masyarakat di negeri ini, muncul noda hitam di pusat tubuh DJP yang seakan-akan menusuk dari belakang.
Namun sekalipun begitu, masih ada segelintir masyarakat yang berpikir positif, “jangalah kita mengeneralisir semua pegawai pajak sama, masih banyak bahkan saya percaya 99% pegawai pajak memiliki integritas tinggi dalam menjaga diri dari perbuatan kotor yang dilakukan Gayus”. Tetap ikhlas dan tabah menghadapi cobaan ini dan percaya bahwa kepercayaan masyarakat bias kita rebut kembali. “Pengalaman yang sungguh mengesankan beberapa saat di kantor megah Direktorat Jenderal Pajak. Spanduk anti korupsi terpajang di sudut-sudut kantor. Kasus Gayus bukanlah dia berdiri sendiri masih banyak orang-orang di balik kasus tersebut yang tentunya bukan hanya orang dari Pajak. Pasti ada client nya, pasti ada pemasoknya, pasti ada pengamanannya, pasti ada pelindungnya dari jerat hukum, pasti ada tukang sapu dan tukang bersih-bersihnya, pasti ada masih banyak lagi” (Munawaz Aziz).
“Ketika terjadi sebuah perbaikan yang sangat luar biasa, biasanya akan terlihat berapa pun kesalahan kecil atau segelintir oknum,” itulah kurang lebih yang pernah disampaikan oleh sang penulis aktif Resonansi di Republika, DR. Zaim Uchrowi, Direktur Utama Balai Pustaka. Sulit memang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa sebenarnya yang dilakukan Gayus. Mereka bilang pajak yang mereka bayarkan dimakan / dikorupsi olehnya. Padahal realitanya Gayus menerima uang suap dari perusahaan, bukan mengambil uang pajak yang telah di setorkan masyarakat. Salah satu teman saya sampai ada yang kesal dan bilang “hanya bayar Rp. 5000,- buat PBB koq ga mau, takut dimakan ama Gayus nantinya”.
Saya dan teman-teman khawatir dengan keluarga kami, khawatir akan menjadi bahan gunjingan tetangga-tetangga yang tahu bahwa putra – putri mereka berkerja di institusi DJP. Entah beranggapan bahwa kami juga kotor seperti gayus dan sebagainya. Saat saya bertanya kepada Ayah saya, apa yang harus saya lakukan dengan adanya isu miring tersebut, beliau berkata “Ayah membesarkanmu dengan keringat dan darah tanpa KKN sekalipun Ayah jatuh bangun, karena Ayah berharap putra-putri kami akan menjadi orang yang bersih kelak, ingat nak, benih yang ditanam dan disiram dengan air murni akan menjadi tanaman yang baik dan akan menghasilkan benih yang baik pula, tak perlu khawatir apa kata orang”. Kata-kata ini menjadi pedoman yang saya pegang seumur hidup, apapun status saya saat itu entah siswa, mahasiswa bahkan sekarang pns tetap menjadikannya pedoman dalam bersikap dan perperilaku. Harapan saya ketika nanti punya anak, dapat menjadi anak yang memiliki kepribadian sebagaimana benih yang baik.
Upaya – upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kasus sepeti gayus adalah mengaplikasikan betul konsep modernisasi. Konsep modernisasi adalah pelayanan prima dan pengawasan yang intensif dengan pelaksanaan good governance. Dalam hal pengawasan selain mengawasi alur proses pembayaran dan ketertiban Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya namun juga pengawasan internal kepada para pegawai DJP. Mungkin masih ada sedikit tebang pilih dalam institusi DJP, bermodal hubungan baik dengan atasan/pejabat terkait, maka dapat dipertimbangankan segala sesuatunya. “Perubahan positif di tubuh DJP hendaknya bukan karena unsur pimpinan semata, tetapi harus berakar dari bawah yang didukung oleh aturan institusi tersebut. Saya khawatir jika motivasi berubah hanya karena pimipinan, semangat perubahan akan luntur seiring dengan pergantian kepemimpinan.” (Teten Masduki). Kita harus bersama-sama memberantas KKN di tubuh DJP. Jadikan DJP sebagai institusi yang murni dan bersih serta transparan.
Komunikasi antara Petinggi DJP dengan Pegawai rendahan juga sekiranya dapat diperbaiki. Banyak aspirasi yang ingin mereka sampaikan. Namun karena keterbatasan komunikasi inilah yang membuat mereka bersikap apatis tentang apa yang DJP perintahkan. “Kalau pemimpin gagal menciptakan manusia bermartabat di sekelilingnya maka pemimpin sedang menciptakan para “budak”. Orang yang menciptakan para “budak”, meskipun dia “mandor”, pasti dia mantan “budak”. Mandor takut dengan bos di atasnya lagi, yaitu kepala mandor. Kepala mandor takut kepada pemilik perusahaan, dan seterusnya, sehingga tidak ada dalam mata rantai tersebut orang yang bekerja karena menjaga martabatnya.” (Wahju K. Tumakaka). Berusaha mencintai institusi DJP sama halnya dengan mencintai Negara ini, banyak cobaan dan godaan menerpa. Saat itulah idealisme dan profesionalisme kita diuji. Tanpa DJP roda pembangunan tak akan berjalan semestinya. Banyak proyek pembangunan akan terhenti dan subsidi serta bantuan bagi masyarakat miskin juga terhenti.
Pajak memang secara langsung dianggap merugikan bagi yang membayar, namun kegunaannya akan memberikan keuntungan bagi si pembayar secara tidak langsung. Peran pembayar pajak dengan membayar pajak berarti ia telah menyisihkan uangnya demi kemajuan negeri dan kesejahteraan masyarakat banyak. Penanaman pemahaman ini sulit memang diaplikasikan di negeri ini, dimana masyarakat Indonesia kian hari kian sensitif dan negative thinking. Hal ini mungkin dikarenakan hidup yang makin sulit, kondisi perekonomian masyarakat yang kian terpuruk ditambah lagi perilaku para elit politik yang tidak benkenan di hati masyarakat. “Kemarahan publik pun seakan makin menjadi-jadi. Terakhir, ketika pemerintah DKI Jakarta berencana memajaki Warteg yang melewati omset tertentu, Ditjen Pajak kembali menjadi sasaran pelampiasan emosi. Padahal, pajak atas warteg adalah salah satu pajak daerah yang dikelola Dinas Pendapatan Daerah atau sejenisnya. Serupa dengan pajak restoran atau pajak kendaraan bermotor yang masuk dalam APBD. Artinya, jelas tidak ada korelasinya” (Joko Susanto). Berusaha menjadi orang yang bersih malah dianggap sok bersih dan mendapat cemoohan dari banyak orang. Namun kita tidak boleh menyerah dengan kondisi ini.
Pegawai DJP adalah juga merupakan bagian dari masyarakat, namun menjadi kewajiban kita untuk dapat membela dan menjelaskan kepada masyarakat tentang kebenaran sesungguhnya dari institusi kita. Dimanapun kapanpun kita berada dari sabang sampai merauke hingga tiba saat kita pensiun nanti tetaplah memegang visi DJP:
“Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”.
Percayalah bahwa Tuhan bersama orang-orang yang benar. Kami bangga menjadi pegawai DJP.

(Pradhana Wiku Radya – 2011)

Comments

Popular posts from this blog

Tanjung, Kota Bersinar di Ujung Utara Kalsel

Kota Tanjung merupakan Ibukota Kabupaten Tabalong, sebuah kabupaten di ujung utara Provinsi Kalimantan Selatan berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kota ini merupakan penghasil Batubara, Minyak Bumi dan Gas di Kalimantan Selatan, sebut saja PT. ADARO yang merupakan perusahaan pertambangan batubara di Indonesia serta PT. PERTAMINA. Apabila berkunjung ke kota ini, jangan heran melihat banyak kendaraan tambang dan mobil perusahaan dengan ciri khas label kuning bertuliskan singkatan nama perusahaan lalu lalang di jalan.   Tugu Tanjung Putri (Tugu Obor) Saat anda memasuki Kota Tanjung dari arah Banjarmasin atau dari arah Kalimantan Timur, anda akan disambut dengan Tugu Obor kebanggaan orang tanjung. Di pucuk tugu ini, menyala obor yang tak pernah padam sekalipun terkena hujan. Api tersebut selalu hidup walau hujan badai karena berasal dari gas alam yang disalurkan dari explorasi minyak Pertamina. Nama asli dari Tugu ini adalah Monumen Ta

Habis Linus,,, terbitlah Trigana dan Riau Air,,,

Pangkalan Bun 25 Mei 2009 Dear Blogger, Pangkalan Bun adalah kota yang menurutku cukup potensial dan dibilang paling maju di belahan Kalteng bagian Barat, sehingga banyak pendatang-pendatang baru yang mengadu nasib disini,,,, Transportasi yang digunakan di Pangkalan Bun adalah Darat, yakni Jalur Trans Kalimantan (P.Raya-Sampit-P.Bun), Laut (P.Bun-Semarang, P.Bun-Surabaya), dan Udara (P.Bun-Jakarta, P.Bun-Semarang dsb) Darat dilayani oleh Travel dan 2 Agen Bis yang menjadi mayoritas yakni Yessoe dan Logos,,, dari P. Bun ke Palangka Raya membutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan, dengan perkiraan 5 jam ke Sampit,,, Untuk Laut, banyak agen kapal Pelni yang melayani pelayaran, yakni dari Pelabuhan Panglima Utar Kumai (Pangkalan Bun) ke Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang) dan Tanjung Perak (Surabaya) Di Pangkalan Bun sendiri untuk udara dilayani oleh 2 Maskapai yakni IAT (Indonesia Air Transport) dan Linus Airways,,, aku sendiri lebih senang menggunakan Linus, dikarenakan kursi yang disedia

Busyet gw di Palangkaraya

Ga pernah gw byngin, gw terlempar ke luar jawa. Weleh, resiko pkerjaan. N tempat yg gw datengin adalah Palangkaraya... Mana tuw? Palangkaraya tuw ibukota propinsi Kalimantan Tengah. Satu2nya ibukota di kalimantan yg jauh dari laut. So... Ni kota tuw berada di tengah2 hutan! Well, meski gt, tertolong jg dgn adanya bandara. Stdaknya dikalimantan transportasi yg enak ya pke psawat. Bnyk kota di kalimantan yg punya bandara. So... Skrng kuw tinggal ditempat ini untk waktu yg ga ditentuin.