Copas dari KOMPASIANA,,, semoga bermanfaat :)
Surat Seorang Mahasiswa STAN untuk Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo
OPINI
| 08 November 2010 | 15:46
Tulisan ini saya buat untuk menanggapi artikel yang dimuat di media suara merdeka online tanggal 04 Nopember 2010 atas artikel yang berjudul “SDM Perpajakan Sebaiknya dari PT“. Saya tujukan tulisan ini kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena ada pernyataannya yang sangat menyakiti hati nurani saya pribadi sebagai mahasiswa STAN.
Artikel bisa dilihat di : http://suaramerdeka.com/v1/index.php…a-dari-PT-Saya merasa sakit hati dengan pernyataan “mantan menteri” Bapak Bambang Sudobyo ketika menjadi pembicara tunggal dalam seminar nasional Reformasi Perpajakan Antara Harapan dan Kenyataan di STIE AUB Surakarta, 4 Nopember 2010. Beliau menyebutkan “STAN yang selama ini menjadi satu-stunya lembaga pendidikan yang mencetak SDM perpajakan harus dihentikan. Hal itu untuk memutus perembetan budaya korupsi.” Ia beralasan bahwa ”SDM atau aparat pajak yang direkrut harus punya kompetensi teknis, profesional, punya integritas, dan nasionalisme yang tinggi.” Lihatlah teman, apakah ucapan tersebut – terutama statement awal – pantas diucapkan oleh orang sekaliber “mantan” menteri keuangan dan menteri pendidikan seperti Bapak Bambang Sudibyo? Tanpa tedeng aling-aling beliau yang “terhormat” berkata dengan lantang sambil mengarahkan telunjuknya ke STAN sambil berkata “STAN ADALAH KAMPUS YANG MENCIPTAKAN SDM PERPAJAKAN YANG KORUPTIF!”
Ada apakah dibalik keberanian sang “mantan” menteri melemparlan statement seperti itu? Mengapa beliau melemparkan statement tersebut ketika beliau sedang “lemah”, sedang tidak memiliki kekuasaan lagi? Apakah beliau ingin mendekap lagi kekuasaannya? Jika memang ia menganggap STAN adalah pencetak koruptor, kenapa tidak dibubarkan saja sejak ia menjabat sebagai menteri keuangan? Tentunya pada saat itu ia memiliki kekuasaan “Super Power” karena STAN berada di bawah kekuasaannya? Apakah selama ini alumni STAN tidak memiliki kompetensi teknis? tidak punya integritas? tidak memiliki nasionalisme yang tinggi? Ataukah beliau bercermin pada saat ia berkuasa?
Statement “pencetak budaya koruptif” adalah sebuah pernyataan yang tak berdasar, yang hanya ingin mendiskreditkan STAN. Siapapun tahu bahwa korupsi sudah mendarah daging di Indoonesia. Korupsi telah menyerang semua lini birokrasi di Indonesia, bahkan orang pintar sekaliber “Sri Mulyani” sendiri harus dilengserkan karena lantang menyuarakan kata integritas dan reformasi birokrasi. Coba tengok pembuatan KTP, pelanggaran lalin, perizinan usaha, birokrasi pemerintah daerah, pemilihan gubernur BI di DPR dan bahkan mantan menteripun tak sedikit yang terjerat kasus korupsi. Korupsi adah permasahan moral, yang salah adalah pelakunya yang memperkaya dirinya sendiri, bukan institusinya.
Sumpah demi Allah bahwa STAN tidak pernah mendidik kami untuk menjadi koruptor. Tidak ada satupun mata kuliah di STAN yang mengajarkan kami untuk menjadi koruptor. Tidak ada seorang dosenpun yang mengajari kami bagaimana cara korupsi yang aman dan nyaman. Tidak ada niat kami kulaih di STAN untuk menjadi koruptor. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam benak orang tua kami mengantarkan kami ke STAN untuk menjadi koruptor. Dan tidak pernah sekalipun dalam doa orang tua kami dalam ibadahnya untuk berdoa kepada tuhan, “Ya Tuhan, jadikanlah anak kami sebagai koruptor, dan biarkanlah dia hidup nyaman dari uang haram…” Jika Anda sebagai pemimpin yang mulia di negeri ini, lihatlah kata-kata Anda telah menjadi pisau yang tidak menyayat hati kami, tetapi juga alumni, dosen dan juga orang tua kami yang telah bersusah payah berdoa dan berusaha setiap hari membanting tulang agar kami bisa lulus dan menjadi orang yang berguna bagi Bangsa ini.
Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, jangan pernah sekalipun Anda menaruh kedengkian kepada kami. Bagaimana perasaan Anda jika berada di posisi kami? Apakah yang akan Anda rasakan ketika Anda telah berusaha keras menyisihkan beratus ribu pesaing? Apakah Anda pernah merasakan seperti kami, meluangkan waktu 3 tahun dalam hidup Anda untuk berjuang melewati jeratan DO hingga lulus nanti? Apakah Anda mengerti perasaan kami saat kami menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk ditempatkan dimana saja? Disaat surat itu kami tandatangani, tak ada hal lain yang bisa kami lakukan kecuali belajar dan belajar, berharap agar hasil pendidikan kami disini memberikan manfaat sehingga kami mendapat penempatan yang layak. Pernahkah Bapak berfikir selama kami bekerja kami memikul beban tanggung jawab pengelolaan keuangan negara yang amat berat? Apakah Anda memikirkan itu semua ketika Anda mengecap kami sebagai calon koruptor? Dimana hati nurani Anda?
Lihatlah asa dan harapan seratus ribu lebih putra-putri generasi muda Indonesia berjuang memperebutkan kesempatan belajar di STAN. Apakah mereka mendaftar STAN hanya untuk menjadi calon koruptor? Anda adalah seorang mantan menteri pendidikan, Anda lebih berkapasitas da;lam mempelajari psikologi pendidikan. Tahukah Anda ketika Anda mengecap STAN sebagai kampus pelopor budaya korupti, Anda telah menyakiti hati seratus ribu lebih siswa-siswi lulusan SMA yang ingin mendaftar USM STAN karena secara tak langsung Anda menuduh mereka ingin menjadi penerus “perembet budaya korupsi” Lihatlah kami disini setiap semester berjuang keras agar lolos dari jeratan DO sehingga kami tidak keluar sebagai pecundang dari STAN karena kami di DO? Dan lihatlah ketika orang tua kami bangga karena berhasil mengantar kami hingga diwisuda di STAN sedangkan hati kami tidak tenang karena menunggu akan kemana SK penempatan membawa diri ini berada. Siapa lagi kalau bukan kami, mahasiswa STAN, yang konsisten siap ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia? Apakah teman kami, sahabat kami, di PTN sana akan mau ditempatkan di Pulau Sabang, Mentawai, Nias, Sangir Talaud, Biak, Wasior dan daerah lain yang “Google Maps” saja sulit menemukan lokasinya?
Apakah Anda tidak pernah menyadari bahwa kemarin, tanggal 4 Nopember 2010, Anda telah salah berucap. Dengan lantangnya Anda mengatakan bahwa “STAN yang selama ini menjadi satu-satunya lembaga pendidikan pemasok SDM perpajakan”. Saat ini kementerian Keuangan tidak hanya merekrut SDM perpajakan dari STAN saja, tetapi juga melalui penyaringan CPNS Kementerian Keuangan. Lalu apakah jika ada pegawai pajak yang terlibat korupsi, haruskah Bapak menyalahkan STAN???
Kami memilih kuliah di STAN bukan karena kami ingin berkorupsi, bukan karena kami tidak mampu kuliah di PTN terkenal di bawah naungan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UNAIR, UNDIP dan PTN lainnya. Kebanyakan memang kami adalah mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan, yang tidak mampu melanjutkan kuliah ke PTN favorit, entah karena ketiadaan dana atau biaya pendidikan di PTN yang sangat tinggi. Lalu buat apakah teman-teman kami di STAN, yang sudah kuliah 2, 3 dan 4 semester di perguruan tinggi namun ketika mereka diterima kuliah di STAN mereka tinggalkan studi mereka di PT? Apakah mereka resah karena takut tidak dapat pekerjaan setelah lulus dari Perguruan Tinggi nanti? Buat apa seorang mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran meninggalkan studinya yang tinggal 2 semester lagi hanya untuk STAN? Buat apa seorang mahasiswa UI, ITB, UNDIP, UNPAD, UNAIR, UGM banyak yang lebih memilih STAN sebagai tempatnya menimba ilmu dibanding di Perguruan Tinggi Negeri yang sudah terjamin nama besarnya. Apakah mereka semua ingin melanjutkan budaya korupsi? Ataukah karena keresahan miss match yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini? Kita lihat saja banyak Sarjana Hukum yang menjadi Sales, banyak Sarjana Pertanian yang bekerja di Kementerian PU, apakah pantas STAN dicap sebagai “Perembet budaya korupsi” sedangkan STAN ikut membantu dunia pendidikan di Indonesia untuk menciptakan konsep link and match dunia pendidikan.
Apakah kami semua mahasiswa STAN hanya ingin menikmati kuliah gratis di STAN dan menikmati jaminan pekerjaan yang nyaman sebagai PNS di lingkungan Kementerian Keuangan? Bapak sebagai seorang mantan menteri sudah tahu pastinya berapa besaran nominal pendapatan bulanan seorang PNS Kementerian Keuangan dari STAN. Jika kami mau, kami bisa memilih jalan lain selain kuliah di STAN dan bekerja sebagai pegawai swasta dengan jenjang pendapatan yang bisa berkali-kali lipat daripada pendapatan seorang PNS biasa. Kami tidak ingin menyombongkan diri kami, banyak teman-teman kami yang memiliki kemampuan yang tidak kalah diadu dengan mahasiswa lain, tentunya masa depan mereka juga tak kalah cerah jika mereka mengambil jalan lain. Kami adalah mahasiswa terpilih, yang telah menyisihkan berpuluh-puluh ribu saingan kami demi menjadi bagian dari almamater STAN. Sebegitu hinakah kami jika kami berlomba-lomba untuk menjadi mahasiswa STAN hanya untuk menjadi KORUPTOR? Kami, mahasiswa STAN, berada di kampus perjuangan STAN ini untuk mengabdi pada negara, bukan untuk menjadi koruptor!
Saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena telah berani berbicara lantang dan mengarahkan telunjuknya kepada almamater kami. Akan tetapi, hati dan pikir saya ini hanya mampu menggoreskan pena untuk menjawab pernyataan Bapak yang sungguh sangat menyakitkan hati kami. Kami, sebagai mahasiswa STAN tidak akan terpancing dengan statement Bapak. Sudah berkali-kali kampus kami tercinta ini diterpa isu miring dan cacian dari pihak yang tidak senang dengan eksistensi kami yang terus melejit hingga saat ini. Kini lihatlah hasilnya, semakin kencang angin meniup tempat kami belajar, semakin erat pegangan kami untuk melewati terpaan angin itu dan semakin solid kami mempertahankan tanggung jawab yang kami emban di pundak kami.
Biarkanlah kami disini belajar dengan tenang, menunaikan tugas kami sehingga setelah kami lulus kami dapat menunaikan tanggung jawab kami pada bangsa ini. Tentunya sebagai manusia biasa Bapak hanya bisa mengintip kami dari luar rumah kami, namun akan bedanya jika Bapak berada di dalam dan menjadi bagian kami. Jangan usik kami, kita memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri untuk membangun bangsa ini. Jangan pernah merusak sarang semut karena satu semut yang menggigit lengan Anda. Jangan pernah menggeneralisir kami sebagai pelestari budaya koruptif. Lihatlah di KPK sana, banyak alumni STAN yang berada disana, bukan sebagai koruptor, tetapi mereka adalah orang-orang yang menjerat koruptor. Sampai saat ini hanya Gayus Tambunan saja yang mencari masalah dengan hukum dan merusak citra baik almamater kami, tapi ia bukanlah cerminan dari diri kami. Apakah kami selama ini pernah menyinggung perasaan Bapak? Apakah kami pernah menyinggung eksistensi partai Bapak? Ataukah selama ini STAN telah mengalahkan popularitas instansi yang bernaung di bawah kekuasaan Bapak? Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, saya sangat menghormati Anda sebagai orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, seorang Profesor Doktor yang bila dibandingkan dengan saya maka saya hanyalah manusia hina yang tidak ada apa-apanya. Mungkin kami sebagai mahasiswa STAN, akan dengan berlapang hati memaafkan pernyataan Bapak yang cukup menyakiti hati kami. Namun apakah Bapak, sebagai orang tua, akan bisa menerima jika anak-anak kesayangan Bapak, penerus keluarga Bapak dicap sebagai calon koruptor? Apakah orang tua kami mendidik kami untuk menjadi pelaku korupsi? Apakah orang tua kami membesarkan kami tidak dengan iman dan takwa? Orang tua mana yang tidak sakit hatinya jika anaknya dicap sebagai perembet budaya korupsi?
Marilah kita bersama-sama membangun negeri ini bukan dengan perkataan, tetapi dengan belajar, berkarya dan bekerja. Selamanya perkataan hanya akan hidup dalam pikiran selama kita tidak bangun untuk merealisasikannya!
Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini. Saya mohon maaf sebesar-besarnya, tulisan ini adalah sebuah ungkapan curahan hati saya yang tersakiti sebagai mahasiswa STAN…
Copas dari KOMPASIANA,,, semoga bermanfaat :)
Surat Seorang Mahasiswa STAN untuk Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo
OPINI
| 08 November 2010 | 15:46
Tulisan ini saya buat untuk menanggapi artikel yang dimuat di media suara merdeka online tanggal 04 Nopember 2010 atas artikel yang berjudul “SDM Perpajakan Sebaiknya dari PT“. Saya tujukan tulisan ini kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena ada pernyataannya yang sangat menyakiti hati nurani saya pribadi sebagai mahasiswa STAN.
Artikel bisa dilihat di : http://suaramerdeka.com/v1/index.php…a-dari-PT-Saya merasa sakit hati dengan pernyataan “mantan menteri” Bapak Bambang Sudobyo ketika menjadi pembicara tunggal dalam seminar nasional Reformasi Perpajakan Antara Harapan dan Kenyataan di STIE AUB Surakarta, 4 Nopember 2010. Beliau menyebutkan “STAN yang selama ini menjadi satu-stunya lembaga pendidikan yang mencetak SDM perpajakan harus dihentikan. Hal itu untuk memutus perembetan budaya korupsi.” Ia beralasan bahwa ”SDM atau aparat pajak yang direkrut harus punya kompetensi teknis, profesional, punya integritas, dan nasionalisme yang tinggi.” Lihatlah teman, apakah ucapan tersebut – terutama statement awal – pantas diucapkan oleh orang sekaliber “mantan” menteri keuangan dan menteri pendidikan seperti Bapak Bambang Sudibyo? Tanpa tedeng aling-aling beliau yang “terhormat” berkata dengan lantang sambil mengarahkan telunjuknya ke STAN sambil berkata “STAN ADALAH KAMPUS YANG MENCIPTAKAN SDM PERPAJAKAN YANG KORUPTIF!”
Ada apakah dibalik keberanian sang “mantan” menteri melemparlan statement seperti itu? Mengapa beliau melemparkan statement tersebut ketika beliau sedang “lemah”, sedang tidak memiliki kekuasaan lagi? Apakah beliau ingin mendekap lagi kekuasaannya? Jika memang ia menganggap STAN adalah pencetak koruptor, kenapa tidak dibubarkan saja sejak ia menjabat sebagai menteri keuangan? Tentunya pada saat itu ia memiliki kekuasaan “Super Power” karena STAN berada di bawah kekuasaannya? Apakah selama ini alumni STAN tidak memiliki kompetensi teknis? tidak punya integritas? tidak memiliki nasionalisme yang tinggi? Ataukah beliau bercermin pada saat ia berkuasa?
Statement “pencetak budaya koruptif” adalah sebuah pernyataan yang tak berdasar, yang hanya ingin mendiskreditkan STAN. Siapapun tahu bahwa korupsi sudah mendarah daging di Indoonesia. Korupsi telah menyerang semua lini birokrasi di Indonesia, bahkan orang pintar sekaliber “Sri Mulyani” sendiri harus dilengserkan karena lantang menyuarakan kata integritas dan reformasi birokrasi. Coba tengok pembuatan KTP, pelanggaran lalin, perizinan usaha, birokrasi pemerintah daerah, pemilihan gubernur BI di DPR dan bahkan mantan menteripun tak sedikit yang terjerat kasus korupsi. Korupsi adah permasahan moral, yang salah adalah pelakunya yang memperkaya dirinya sendiri, bukan institusinya.
Sumpah demi Allah bahwa STAN tidak pernah mendidik kami untuk menjadi koruptor. Tidak ada satupun mata kuliah di STAN yang mengajarkan kami untuk menjadi koruptor. Tidak ada seorang dosenpun yang mengajari kami bagaimana cara korupsi yang aman dan nyaman. Tidak ada niat kami kulaih di STAN untuk menjadi koruptor. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam benak orang tua kami mengantarkan kami ke STAN untuk menjadi koruptor. Dan tidak pernah sekalipun dalam doa orang tua kami dalam ibadahnya untuk berdoa kepada tuhan, “Ya Tuhan, jadikanlah anak kami sebagai koruptor, dan biarkanlah dia hidup nyaman dari uang haram…” Jika Anda sebagai pemimpin yang mulia di negeri ini, lihatlah kata-kata Anda telah menjadi pisau yang tidak menyayat hati kami, tetapi juga alumni, dosen dan juga orang tua kami yang telah bersusah payah berdoa dan berusaha setiap hari membanting tulang agar kami bisa lulus dan menjadi orang yang berguna bagi Bangsa ini.
Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, jangan pernah sekalipun Anda menaruh kedengkian kepada kami. Bagaimana perasaan Anda jika berada di posisi kami? Apakah yang akan Anda rasakan ketika Anda telah berusaha keras menyisihkan beratus ribu pesaing? Apakah Anda pernah merasakan seperti kami, meluangkan waktu 3 tahun dalam hidup Anda untuk berjuang melewati jeratan DO hingga lulus nanti? Apakah Anda mengerti perasaan kami saat kami menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk ditempatkan dimana saja? Disaat surat itu kami tandatangani, tak ada hal lain yang bisa kami lakukan kecuali belajar dan belajar, berharap agar hasil pendidikan kami disini memberikan manfaat sehingga kami mendapat penempatan yang layak. Pernahkah Bapak berfikir selama kami bekerja kami memikul beban tanggung jawab pengelolaan keuangan negara yang amat berat? Apakah Anda memikirkan itu semua ketika Anda mengecap kami sebagai calon koruptor? Dimana hati nurani Anda?
Lihatlah asa dan harapan seratus ribu lebih putra-putri generasi muda Indonesia berjuang memperebutkan kesempatan belajar di STAN. Apakah mereka mendaftar STAN hanya untuk menjadi calon koruptor? Anda adalah seorang mantan menteri pendidikan, Anda lebih berkapasitas da;lam mempelajari psikologi pendidikan. Tahukah Anda ketika Anda mengecap STAN sebagai kampus pelopor budaya korupti, Anda telah menyakiti hati seratus ribu lebih siswa-siswi lulusan SMA yang ingin mendaftar USM STAN karena secara tak langsung Anda menuduh mereka ingin menjadi penerus “perembet budaya korupsi” Lihatlah kami disini setiap semester berjuang keras agar lolos dari jeratan DO sehingga kami tidak keluar sebagai pecundang dari STAN karena kami di DO? Dan lihatlah ketika orang tua kami bangga karena berhasil mengantar kami hingga diwisuda di STAN sedangkan hati kami tidak tenang karena menunggu akan kemana SK penempatan membawa diri ini berada. Siapa lagi kalau bukan kami, mahasiswa STAN, yang konsisten siap ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia? Apakah teman kami, sahabat kami, di PTN sana akan mau ditempatkan di Pulau Sabang, Mentawai, Nias, Sangir Talaud, Biak, Wasior dan daerah lain yang “Google Maps” saja sulit menemukan lokasinya?
Apakah Anda tidak pernah menyadari bahwa kemarin, tanggal 4 Nopember 2010, Anda telah salah berucap. Dengan lantangnya Anda mengatakan bahwa “STAN yang selama ini menjadi satu-satunya lembaga pendidikan pemasok SDM perpajakan”. Saat ini kementerian Keuangan tidak hanya merekrut SDM perpajakan dari STAN saja, tetapi juga melalui penyaringan CPNS Kementerian Keuangan. Lalu apakah jika ada pegawai pajak yang terlibat korupsi, haruskah Bapak menyalahkan STAN???
Kami memilih kuliah di STAN bukan karena kami ingin berkorupsi, bukan karena kami tidak mampu kuliah di PTN terkenal di bawah naungan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UNAIR, UNDIP dan PTN lainnya. Kebanyakan memang kami adalah mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan, yang tidak mampu melanjutkan kuliah ke PTN favorit, entah karena ketiadaan dana atau biaya pendidikan di PTN yang sangat tinggi. Lalu buat apakah teman-teman kami di STAN, yang sudah kuliah 2, 3 dan 4 semester di perguruan tinggi namun ketika mereka diterima kuliah di STAN mereka tinggalkan studi mereka di PT? Apakah mereka resah karena takut tidak dapat pekerjaan setelah lulus dari Perguruan Tinggi nanti? Buat apa seorang mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran meninggalkan studinya yang tinggal 2 semester lagi hanya untuk STAN? Buat apa seorang mahasiswa UI, ITB, UNDIP, UNPAD, UNAIR, UGM banyak yang lebih memilih STAN sebagai tempatnya menimba ilmu dibanding di Perguruan Tinggi Negeri yang sudah terjamin nama besarnya. Apakah mereka semua ingin melanjutkan budaya korupsi? Ataukah karena keresahan miss match yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini? Kita lihat saja banyak Sarjana Hukum yang menjadi Sales, banyak Sarjana Pertanian yang bekerja di Kementerian PU, apakah pantas STAN dicap sebagai “Perembet budaya korupsi” sedangkan STAN ikut membantu dunia pendidikan di Indonesia untuk menciptakan konsep link and match dunia pendidikan.
Apakah kami semua mahasiswa STAN hanya ingin menikmati kuliah gratis di STAN dan menikmati jaminan pekerjaan yang nyaman sebagai PNS di lingkungan Kementerian Keuangan? Bapak sebagai seorang mantan menteri sudah tahu pastinya berapa besaran nominal pendapatan bulanan seorang PNS Kementerian Keuangan dari STAN. Jika kami mau, kami bisa memilih jalan lain selain kuliah di STAN dan bekerja sebagai pegawai swasta dengan jenjang pendapatan yang bisa berkali-kali lipat daripada pendapatan seorang PNS biasa. Kami tidak ingin menyombongkan diri kami, banyak teman-teman kami yang memiliki kemampuan yang tidak kalah diadu dengan mahasiswa lain, tentunya masa depan mereka juga tak kalah cerah jika mereka mengambil jalan lain. Kami adalah mahasiswa terpilih, yang telah menyisihkan berpuluh-puluh ribu saingan kami demi menjadi bagian dari almamater STAN. Sebegitu hinakah kami jika kami berlomba-lomba untuk menjadi mahasiswa STAN hanya untuk menjadi KORUPTOR? Kami, mahasiswa STAN, berada di kampus perjuangan STAN ini untuk mengabdi pada negara, bukan untuk menjadi koruptor!
Saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena telah berani berbicara lantang dan mengarahkan telunjuknya kepada almamater kami. Akan tetapi, hati dan pikir saya ini hanya mampu menggoreskan pena untuk menjawab pernyataan Bapak yang sungguh sangat menyakitkan hati kami. Kami, sebagai mahasiswa STAN tidak akan terpancing dengan statement Bapak. Sudah berkali-kali kampus kami tercinta ini diterpa isu miring dan cacian dari pihak yang tidak senang dengan eksistensi kami yang terus melejit hingga saat ini. Kini lihatlah hasilnya, semakin kencang angin meniup tempat kami belajar, semakin erat pegangan kami untuk melewati terpaan angin itu dan semakin solid kami mempertahankan tanggung jawab yang kami emban di pundak kami.
Biarkanlah kami disini belajar dengan tenang, menunaikan tugas kami sehingga setelah kami lulus kami dapat menunaikan tanggung jawab kami pada bangsa ini. Tentunya sebagai manusia biasa Bapak hanya bisa mengintip kami dari luar rumah kami, namun akan bedanya jika Bapak berada di dalam dan menjadi bagian kami. Jangan usik kami, kita memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri untuk membangun bangsa ini. Jangan pernah merusak sarang semut karena satu semut yang menggigit lengan Anda. Jangan pernah menggeneralisir kami sebagai pelestari budaya koruptif. Lihatlah di KPK sana, banyak alumni STAN yang berada disana, bukan sebagai koruptor, tetapi mereka adalah orang-orang yang menjerat koruptor. Sampai saat ini hanya Gayus Tambunan saja yang mencari masalah dengan hukum dan merusak citra baik almamater kami, tapi ia bukanlah cerminan dari diri kami. Apakah kami selama ini pernah menyinggung perasaan Bapak? Apakah kami pernah menyinggung eksistensi partai Bapak? Ataukah selama ini STAN telah mengalahkan popularitas instansi yang bernaung di bawah kekuasaan Bapak? Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, saya sangat menghormati Anda sebagai orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, seorang Profesor Doktor yang bila dibandingkan dengan saya maka saya hanyalah manusia hina yang tidak ada apa-apanya. Mungkin kami sebagai mahasiswa STAN, akan dengan berlapang hati memaafkan pernyataan Bapak yang cukup menyakiti hati kami. Namun apakah Bapak, sebagai orang tua, akan bisa menerima jika anak-anak kesayangan Bapak, penerus keluarga Bapak dicap sebagai calon koruptor? Apakah orang tua kami mendidik kami untuk menjadi pelaku korupsi? Apakah orang tua kami membesarkan kami tidak dengan iman dan takwa? Orang tua mana yang tidak sakit hatinya jika anaknya dicap sebagai perembet budaya korupsi?
Marilah kita bersama-sama membangun negeri ini bukan dengan perkataan, tetapi dengan belajar, berkarya dan bekerja. Selamanya perkataan hanya akan hidup dalam pikiran selama kita tidak bangun untuk merealisasikannya!
Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini. Saya mohon maaf sebesar-besarnya, tulisan ini adalah sebuah ungkapan curahan hati saya yang tersakiti sebagai mahasiswa STAN…
Copas dari KOMPASIANA,,, semoga bermanfaat :)
Comments